Selamat datang di www.correyananta.com, saya correy ananta selaku pembuat website ini merasa bangga ketika anda berkenan untuk berkunjung ke website saya. saya adalah seorang mahasiswa di surya university, saya mengambil program studi teknik fisika energi, kami disini lebih di fokuskan untuk belajar dalam membuat inovasi-inovasi yang baru dan efektif. inovasi-inovasi tersebut lebih ke peran penggunaan bahan bakar baru dan terbarukan, seperti geothermal, solar cell, hydro and ocean energy , dan wind energy.
- Back to Home »
- BERITA DAN INFORMASI , Islam , Motivation , PELAJARAN »
- Ijtihad
Posted by : Correy Ananta
Minggu, 01 Maret 2015
A. Pengertian Ijtihad
Ijtihad
menurut bahasa berasal dari kata اجتهد – يجتهد yang artinya mengerjakan sesuatu dengan
sungguh-sungguh. Para ahli Ushul Fiqih merumuskan pengertian ijtihad.
Artinya
: “Pencurahan segala kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ melalui
dalil-dalil syara’ pula”
Berdasarkan
rumusan ijtihad di atas, maka ada 3 faktor yang memungkinkan dapat dilakukan
ijtihad.
1. Pencurahan
segala kemampuan, ini berarti bahwa banyak kemampuan yang dituntut untuk
melakukan ijtihad. Kemampuan-kemampuan itu :
a) Mengetahui
nash Al-Qur’an dan hadits.
b) Mengetahui
masalah ijma’ dan masalah-masalah yang ditetapkan hukumnya melalui ijma’.
c) Mengetahui
bahasa arab sebagai dasar memahami Al-Qur’an dan hadits.
d) Mengetahui
ilmu Ushul Fiqih, karena ilmu ini menjadi dasar ijma’.
e) Mengetahui
nasikh-mansukh, karena tidak boleh mengeluarkan hukum berdasarkan dalil
mansukh.
f) Mengetahui
kemashlahatan berdasarkan pertimbangan akal sehat.
B. Sasaran / Objek ijtihad
Dalil-dalil yang dzani atau peristiwa
yang membutuhkan status hukum.
Seperti : -Bagaimana hukumnya bayi tabung cangkok mata.
-Apa makna suci / haid.
C. Hukum-hukum Ijtihad
Menurut Syekh Muhammad Khudlari bahwa
hukum ijtihad itu dapat dikelompokkan menjadi :
a)
Waib ‘Ain yaitu
seseorang yang ditanya tentang suatu masalah, dan masalah itu akan hilang
sebelum hukumnya diketahui. Atau ia sendiri mengalami suatu peristiwa yang ia
sendiri juga ingin mengetahui hukumnya.
b)
Wajib Kifayah
yaitu apabila seseorang ditanya tentang sesuatu dan sesuatu itu tidak hilang
sebelum diketahui hukumnya, sedangkan selain dia masih ada mujtahid lain.
Apabila seorang mujtahid telah menyelesaikan dan menetapkan hukum sesuatu
tersebut, maka kewajiban mujtahid yang lain telah gugur.
c)
Sunnah yaitu
ijtihad terhadap suatu masalah atau peristiwa yang belum terjadi. Orang yang
berijtihad disebut mujtahid.
Ijtihad bertujuan menghasilkan hukum
syara’. Setiap peristiwa yang terjadi tentu ada dan harus ada hukumnya,
sedangkan nash Al-Qur’an maupun hadits terbatas jumlahnya. Maka ini berarti
harus dilakukan ijtihad sebagai alat penggali hukum.
Ijtihad hanya dibenarkan bagi peristiwa
atau hal-hal yang tidak ada dalilnya yan g qoth’i, atau tidak ada dalilnya sama
sekali. Bagi peristiwa yang sudah ada yang tidak ada nashnya sama sekali,
caranya adalah dengan cara qiyas, istihsan, ‘urf dan lain-lain.
Artinya : “Jika seorang hakim menghukum, lalu ia
berijtihad kemudian ijtihadnya itu benar, maka ia mendapatkan dua pahala,
apabila ia menghukum, dan berijtihad dan ternyata ijtihadnya salah, maka
mendapat satu pahala.” (HR. Bukhori dan Muslim). (DEPAG, hal 271-272)
D. Tingkatan-tingkatan Mustajhid
Adapun
tingkatan-tingkatan mujtahid adalah sebagai berikut :
a.
Mustajhid mutlak
atau mustaqil, yaitu apabila mujtahid yang telah memiliki persyaratan ijtihad
yang telah ditentukan lalu ia melakukan ijtihad dalam berbagai hukum syara’
dengan berdasaran hasil kajiannya sendiri tanpa terikat kepada mazhab apapun.
Bahan ia menjadi mahzab tersendiri, seperti Imam Hanafi, Syafi’i, Maliki dan
Ahmad bin Hambal. Nama lain bagi mujtahid ini adalah mujtahid fard (perorangan).
b.
Mujtahid
muntasib, yaitu yang mempunyai persyaratan yang ijtihad yang telah ditentukan
tetapi dalam berfikir dan melakukan ijtihad dia masih menggabungkan diri dan
mengambil kepada suatu mahzab dengan mengikuti jalan yang ditempuh oleh mahzab
itu sekalipun demikian pendapatnya tidak mesti sama dengan pendapat Imam Madzab
tersebut.
c.
Mujtahid Fil
Madabih, yaitu mujtahid yang dalam melakukan ijtihad ia mengambil metode yang
digunakan oleh Imam Mazhab tertentu dan ia juga mengikuti Imam Mazhab dalam
masalah furu’. Terhadap masalah-masalah yang belum ditetapkan hukumnya oleh
Imam Mazhabnya, terkadang ia melakukan ijtihad sendiri.
d.
Mujtahid
Murajjih, atau dalam istilah lain orang yang mentarjih yaitu yang dalam menggali
dan menetapkan hukum suatu perkara didasarkan kepada hasil tarjih ( memilih
yang lebih kuat) dari pendapat imam-imam mazhabnyaannya tentunya dengan
mengambil dasar hukum yang lebih kuat.
E.
Fungsi Ijtihad
Ijtihad memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai
berikut :
1.
Fungsi ijtihad
ialah untuk menetapkan hukum sesuatu,yang tidak ditemukan dalil hukumnya secara
pasti di dalam Al-Qur’an dan Hadis.
2.
Fungsi ijtihad
ialah untuk menggali dan mengetahui hukum Islam untuk kemudian
diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
3.
Fungsi ijtihad
ialah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan akan hukum karena permasalahan manusia
semakin hari semakin kompleks di mana membutuhkan hukum Islam sebagai solusi
terhadap problematika tersebut.
4.
Melalui ijtihad, masalah-masalah yang baru dan tidak
terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist dapat dipecahkan oleh para mujtahid.
F. Kedudukan Ijtihad
Setiap muslim pada dasarnya diharuskan untuk berijtihad pada semua bidang hokum dan syari’ah, asalkan diam mempunyai criteria dan syarat sebagai seorang mujtahid. Para ulama’
membagi hokum untuk melakukan ijtihad dengan tiga bagian,
yaitu :
1.
Wajib ain, yaitu bagi mereka yang dimintai fatwa hukum mengenai suatu peristiwa yang terjadi, dan ia khawatir peristiwa itu lenyap tanpa ada kepastianhukumnya,
atau dia sendiri mengalami peristiwa dan ia ingin mengetahui hukumnya.
2.
Wajib Kifayah, yaitu bagi mereka yang dimintai fatwa hukum mengenai suatu peristiwa
yang tidak dikhawatirkan lenyap peristiwa itu, sedang selain diam masih terdapat mujtahid-mujtahis lainnya. Maka apabila kesemua mujtiahid itu tidak ada yang melakukan ijtihad, makam mereka berdos asemua.
3.
Sunnah, yaitu apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang belum atau tidak terjadi.Abu Bakar al-Baqilani menyatakan bahwa setiap ijtihad harus diorientasikan kepada tajdid
(pembaruan). karena setiap periode memiliki ciri sendiri sehingga menentukan perubahan hukum. SedangAbd.Al-Syakurdalam “Muslimat al-Tsubut” mengharuskan ijtihadsselalu mengacu pada perubahan dan pembaruan yang bertujuan mencari kebenaran. Nabi
bersabda.
“Sesungguhnya Allah SWT. Mengutus pada umat disetiap ujung periode
(seratus tahun)”
seoarang yang membarui agama (HR. Abu Dawuddari Abu
Hurairah)
Lebih lanjut,
urgensi ijtihad dapat dilihat dari fungsi ijtihad itu sendiri yang terbagi atas tiga macam, yaitu :
1.
Fungsi al-ruju’ atau al-i’dah (kembali),
yaitu mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada sumber pokok, yakni
Al-Qur’an dan sunnah Shahihah dari segala interpretasi
yang dimugkinkan kurang relevan.
2.
Fungsi Al-Ihya’ (kehidupan), yaitu menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan semangat ajaran Islam agar mampu menjawab dan mengahadapi tantangan zaman,
sehingga Islam mampu sebagai furqon, hudan, dan rahmatillil’alamin.
G. Dasar Hukum
Ijtihad
Banyakalasan yang
menunjukkankebolehanmelakukanijtihad.Antaralain :
1.
Surat
An-Nisa’ ayat59 :
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواأَطِيعُوااللَّهَوَأَطِيعُواالرَّسُولَوَأُولِيالأمْرِمِنْكُمْفَإِنْتَنَازَعْتُمْفِيشَيْءٍفَرُدُّوهُإِلَىاللَّهِوَالرَّسُولِإِنْكُنْتُمْتُؤْمِنُونَبِاللَّهِوَالْيَوْمِالآخِرِذَلِكَخَيْرٌوَأَحْسَنُتَأْوِيلا
Artinya :Hai
orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulilamri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Perintah mengembalikan sesuatu yang diperbedakan kepada Al-qur’an dan sunah,
menurut Ali Hasaballah, adalah peringatan agar orang tidak mengikuti hawa nafsunya, dan mewajibkan untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya dengan jalan ijtihad dalam membahas kandungan ayat atau hadits yang barang kali tidak mudah untuk dijangkau begitu saja, atau berijtihad dengan menerapkan kaidah-kaidah umum yang
disimpulkan dari
Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Posting Komentar