Popular Post

Selamat datang di www.correyananta.com, saya correy ananta selaku pembuat website ini merasa bangga ketika anda berkenan untuk berkunjung ke website saya. saya adalah seorang mahasiswa di surya university, saya mengambil program studi teknik fisika energi, kami disini lebih di fokuskan untuk belajar dalam membuat inovasi-inovasi yang baru dan efektif. inovasi-inovasi tersebut lebih ke peran penggunaan bahan bakar baru dan terbarukan, seperti geothermal, solar cell, hydro and ocean energy , dan wind energy.

Posted by : Correy Ananta Minggu, 01 Maret 2015


Abu Nawas adalah seaorang sufi, cendekiawan, penyair ulung, humoris, super lucu, dan terkadang konyol. Nama lengkap Abu Nawas adalah Al-Hasan bin hani’ bin Abdul awwal bin Shabban bin Jarrah bin Abdullah bin Ghannam bin Sulaiman bin Hakam bin sa’ad al-Sirah bin Malik.
Ia lahir pada tahun 140 H atau 757 M di pasarAhwaz, salah satu desa wilayah Kazakhtan, sebelah Barat daya Persia. Abu Nawas termasuk keturunan bangsa Arab dari pihak ayahnya dan keturunan Persia dari pihal ibunya. Ini adalah pendapat yang terkuat.
Nama Abu Nawas didapat pada saat Ketika di suatu hajatan, ada  yang melihat jambul rambut Al-hasan bin Hani yang selalu bergerak-gerak. Begitu tiba di rumah orang yang punya hajat tersebut, salah seorang yang datang bersama Al-Hasan bin Hani memanggilnya””Wahai Abu Nawas ( Bapak Jambul ).” Akhirnya melekatlah julukan Abu Nawas pada dirinya.




 Perjalanan karir Abu Nawas

 Di Baghdad
Ketika berusia 7 tahun, ibu Abu Nawas mengirimkannya ke Basrah untuk menuntut ilmu. Di daerah ini, ia ikut sebuah halqah (semacam study club) yang mengkaji berbagai disiplin ilmu seperti sastra, syair, ilmu pengetahuan dan peradaban. Ia juga banyak mendengar pendapat ahli fiqih serta periwayatan hadis Nabi SAW. Di kota Kufah Abu Nawas memperdalam ilmu sastra. Namun sangat disayangkan, di kota ini pula ia ikut minum-minuman keras.



Abu Nawas pun kembali lagi ke kota Basrah. Kali ini ia belajar kepada Khalaf Al-ahmar . Khalaf Al-Ahmar menyuruh kepada Abu Nawas menghafal beberapa rajaz (lagu-lagu syair atau bahar rajaz. ). Akhirnya, Abu Nawas pun merasa sudah mantap untuk merantau ke Kota Baghdad untuk memperdalam ilmu yang nantinya di Baghdad banyak akan ada banyak cerita menarik dari si Abu Nawas.

Di Baghdad
Abu Nawas menginjakkan kakinya di bumi Baghdad pada
masa awal pemerintahan Harun Ar-Rasyid, tepatnya pada tahun 170H. Pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, Abu Nawas mendapat kehormatan diangkat menjadi penyair istana.
Ada sebuah cerita disaat Abu Nawas ikut bersama sang Raja berburu di hutan:

Abu Nawas                   :    wahai Raja, kemanakah kita akan berburu?
Raja                               :    tidak jauh Cuma di belakang istana saja.
Penyair lama                 :    wahai raja, aku juga ingin menjadi penyair istana. Kenapa harus dia ?
Abu Nawas                   :    jangan protes dong.
Raja                               :    baiklah kalau begitu, saya punya ide. Hari ini kan sedang mendung. Jadi siapa yang pulang membawa hasil buruan paling cepat dan tidak kehujanan akan jadi penyair istana.
              Mereka berdua menyanggupi permintaaan Sang Raja. Si penyair lama ternyata mempunyai akal bulus.
Penyair Lama                :  Hey! Abu nawas ini ada seekor kuda untuk kamu, jadi nanti kamu tidak akan terlambat jika kehujanan (hihi padahal kuda itu sangat lambat jalannya).
Abu Nawas                   :    oh terima kasih!
              Si penyir lama memberi Abu Nawas seekor kuda yang jalaannya sebenarnya lambat sedangkan dia mendapat kuda yang jalannya cepat. Di tengah hutan Abu Nawas melihat ada seekor kambing betina, tetapi dia tahu kalau hewan itu sedang mengandung. Kesempaatan itu tidak disia-siakan oleh penyair lama untuk langsung memanahnya. Diakhir cerita si penyair lama datang terlebih dahulu tanpa kehujanan dengan membawa hasil buruan seekor kambing betina. Tetapi, penyair lama tidak tahu kalau kambing itu sedang mengandung dan tidak diterimalah buruan dari si penyair lama. Tidak lama kemudian datanglah Abu Nawas membawa seekor kelinci tanpa basah kuyup, padahal di luar sedang hujan dengan derasnya. Sang Raja dan pengawal lama terkejut dan bertanya tentang cara Abu Nawas bisa datang tanpa basah kuyup.
Dikatakanlah oleh Abu Nawas kalau dalam perjalanan dia melepas semua pakaiannya dan dia duduki diatas kudanya. Sesampainya di depan istana, dia mengenakan kembali pakaiannya dan alhasil dia kemenangan ada ditangannya.

Namun ironisnya, pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid ini pula Abu Nawas beberapa kali meringkuk di balik terali besi penjara karena suka minuman keras sehingga terkenal sebagai penyair gila ( syairul Majin ). Baru pada masa pemerintahan Al-Amin, Abu Nawas dapat menghirup udara bebas kembali. Sadar akan perbuatan yang telah dia lakukan, membuat Abu Nawas menjadi orang yang lebih baik dan dalam membuat setiap syairnya selalu menonjolkan nilai religius.
Namun demikian, sosok Abu Nawas termasuk pribadi yang pandai bergaul. Ia dekat denga kalangan istana sampai akhir hayatnya.
Abu Nawas wafat di Baghdad (Irak) setelah meninggalnya Khalifah Al-Amin (Dinasti Abbasiyah), tepatnya pada tahun 199H atau 813M. Konon, di depan makamnya ada pintu gerbang yang terkunci dengan gembok besar sekali. Namun di kanan dan kiri pintu gerbang makam itu pagarnya berlubang, sehingga orang bisa masuk untuk berziarah ke makamnya. Lubang pada pintu sisi kanan dan kiri makamnnya barangkali merupakan symbol keterbukaan watak Abu Nawas yang kelihatannya tertutup itu.

- Copyright © CorreyAnanta.com - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -